Ketika pertama kali mendengar kabar kepergianmu, akupun termangu. Waktu menjadi bisu. Jarum jam seperti terhenti mengikuti pandangan yang terpatri pada berita televisi. Kamis enam delapan enol sembilan adalah hari ketika kau pergi. Dua dua sepuluh adalah waktu ketika kau terbang jauh: Mengepak sayap menyeruak mega menghadap sang pemilik hidup Yang Maha Digjaya. Bahkan ketika kau menuliskan sebuah puisi akan kecintaanmu padaNya. Dia tetap memanggilmu tanpa sedetikpun memberi jeda untuk kenduri keluarga.
Ah, “jika sampai waktuku ingin kumau hidup seribu tahun lagi”. Itu kata pendahulumu. Tapi ajal tak pernah memberi ruang bagi kompromi meski hanya untuk sedetik. Ia datang dan akan terus mendatangi setiap jiwa tanpa kita mampu berkelit. Dan ketika sampai waktu itu maka hanya kepasrahan yang terserahkan. Inna lillahi wa inna ilai raaji’uun. Sungguh, segala yang ada hanya milik Sang Maha Digjaya dan akan kembali kepadaNya.
Duhai guru yang mengajarkan hidup. Duhai begawan yang mengajarkan kebenaran. Duhai paman doblang yang selalu berteriak lantang menentang ketidakadilan. Tak kan ada lagi bait-bait puisi yang tercipta dari tanganmu. Tak kan ada lagi sajak-sajak yang terucap dari mulutmu. Tak kan ada lagi adegan-adegan teatrikal dari gerak tubuhmu. Semua terbang bersama kepak sayapmu. Terbang menjauh meninggalkan jejak-jejak yang pasti terpatri dalam hati, dalam buku, dalam sejarah bangsa ini. Engkau akan selalu hidup hingga ribuan tahun lagi.
Selamat jalan sahabat. Selamat jalan... semoga Allah SWT menyediakan tempat yang layak bagimu karena kau telah banyak memberi bagi bangsa ini. Amien...
Cikembar, 08/08/09
Ah, “jika sampai waktuku ingin kumau hidup seribu tahun lagi”. Itu kata pendahulumu. Tapi ajal tak pernah memberi ruang bagi kompromi meski hanya untuk sedetik. Ia datang dan akan terus mendatangi setiap jiwa tanpa kita mampu berkelit. Dan ketika sampai waktu itu maka hanya kepasrahan yang terserahkan. Inna lillahi wa inna ilai raaji’uun. Sungguh, segala yang ada hanya milik Sang Maha Digjaya dan akan kembali kepadaNya.
Duhai guru yang mengajarkan hidup. Duhai begawan yang mengajarkan kebenaran. Duhai paman doblang yang selalu berteriak lantang menentang ketidakadilan. Tak kan ada lagi bait-bait puisi yang tercipta dari tanganmu. Tak kan ada lagi sajak-sajak yang terucap dari mulutmu. Tak kan ada lagi adegan-adegan teatrikal dari gerak tubuhmu. Semua terbang bersama kepak sayapmu. Terbang menjauh meninggalkan jejak-jejak yang pasti terpatri dalam hati, dalam buku, dalam sejarah bangsa ini. Engkau akan selalu hidup hingga ribuan tahun lagi.
Selamat jalan sahabat. Selamat jalan... semoga Allah SWT menyediakan tempat yang layak bagimu karena kau telah banyak memberi bagi bangsa ini. Amien...
Cikembar, 08/08/09