Hari ini, setelah 105 tahun berlalu, tidak ada salahnya jika kita merenungkan kembali semangat kebangkitan itu: semangat akan rasa persatuan, kesatuan, dan nasionalisme yang sudah mulai tergerus oleh perilaku anarkis, hedonis, dan primordialisme akut.
Betapa indahnya jika semua komponen bangsa mau dan mampu menjungjung tinggi rasa dan semangat persatuan, kesatuan, dan nasionalisme di Republik ini, niscaya semua perilaku korup, anarkis, apatis, hedonis, dan primordialis akan lenyap dengan sendirinya.
Pada Hari Kebangkitan Nasional kali ini, semoga saja bukan hanya sekedar ceremony dan jargon-jargon melangit namun tidak ada realisasi yang membumi. Kita butuh sesuatu yang nyata: nyata untuk diperlihatkan pada dunia bahwa Indonesia benar-benar bisa menunjukkan kemandirian dan keunggulannya, tanpa harus selalu bergantung pada negara-negara lain. Semoga saja...
Sebagai bahan rengungan untuk menyadarkan kita, tidak ada salahnya jika kita memaknai puisi yang dibawakan Deddy Mizwar pada iklan layanan di televisi beberapa tahun silam:
susah melihat orang lain susah
senang melihat orang lain senang
bangkit itu takut
takut korupsi
takut makan yang bukan haknya
bangkit itu mencuri
mencuri perhatian dunia dengan prestasi
bangkit itu marah
marah bila martabat bangsa dilecehkan
bangkit itu malu
malu jadi benalu
malu karena minta melulu
bangkit itu tidak ada
tidak ada kata menyerah
tidak ada kata putus asa
bangkit itu aku
aku untuk Indonesiaku